Jawaban Honda Terhadap Gugatan Kasus Kecelakaan Honda City B 61 GIT
Jakarta, 19 Mei 2015 – Pada tanggal 4 Maret 2015, PT Honda Prospect Motor menerima gugatan atas peristiwa kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sebuah Mobil Honda City tipe GM2 1.5 S A/T (“Honda City”) bernomor polisi B 61 GIT yang terjadi pada tanggal 29 Oktober 2012 di Jl. Kapten Tendean, Jakarta Selatan. Dalam gugatan ini, Penggugat yang bernama Maringan Aruan, SE., mendalilkan adanya pelanggaran UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena airbag Mobil Honda City yang tidak mengembang dalam kecelakaan tersebut. Sehubungan dengan hal ini, pada tanggal 19 Mei 2015, PT Honda Prospect Motor telah mengajukan Jawaban terhadap Gugatan tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang meminta Majelis Hakim untuk menolak atau setidak-tidaknya menyatakan Gugatan tidak dapat diterima berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Tidak Ada Kerusakan/Cacat Produksi pada SRS Airbag Mobil Honda City
Gugatan yang menyatakan pada intinya SRS Airbag pada Mobil Honda City mengalami cacat produksi adalah tidak benar. Mobil Honda City telah melalui proses pengujian kendaraan bermotor, baik secara internasional maupun sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Selain itu, indikator mobil menunjukkan SRS Airbag berfungsi dan tidak ada catatan gangguan dalam servis berkala di Service Center Dealer Resmi Honda, sebagaimana dinyatakan oleh Penggugat. Paska kecelakaan terjadi, atas permintaan dan persetujuan Penggugat pula, telah dilakukan pengecekan atas Mobil B 61 GIT oleh Honda Motor Jepang untuk mengetahui apakah SRS Airbag Mobil Honda City tersebut mengalami gangguan ataukah berfungsi sebagaimana mestinya. Dari pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bahwa SRS Airbag berfungsi dengan baik dan tidak ditemukan adanya cacat produksi pada komponen tersebut. Sebagai informasi tambahan, sampai saat ini Honda tidak pernah mendapatkan laporan atau keluhan dari pelanggan Honda lainnya mengenai gangguan pada SRS Airbag Mobil Honda City sebagaimana yang dipermasalahkan oleh Penggugat.
2. Kecelakaan yang Dialami Penggugat Tidak Memenuhi Kondisi atau Prasyarat untuk yang Memicu Mengembangnya Airbag
Teknologi airbag mobil memang dirancang sedemikian rupa agar mengembang hanya pada kondisi-kondisi tertentu. Karena sebaliknya, airbag justru dapat membahayakan pengemudi atau penumpang apabila terlalu mudah mengembang. Untuk mobil Honda City, kondisi yang dapat memicu SRS Airbag untuk mengembang adalah tubrukan dengan kecepatan kendaraan 20-30 km/jam atau lebih terhadap benda kokoh yang tidak bergeser dan tidak hancur ketika terjadi tubrukan (misalnya dinding beton), dan jika tubrukan tersebut terjadi secara frontal atau dari arah depan kiri atau kanan dalam sudut tidak lebih dari 30° (tiga puluh derajat). Sebaliknya, SRS Airbag tidak akan mengembang dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:
- Mobil menabrak pagar, tiang, pilar atau benda lain yang akan mengalami pergeseran ketika tertabrak oleh mobil (bukan benda tidak bergerak, seperti dinding beton).
- Mobil menabrak tiang listrik, pohon atau pilar tepat di tengah dari bagian depan mobil. Tubrukan dari arah depan kiri atau kanan dalam sudut lebih dari 30° (tiga puluh derajat).
- Tubrukan dari arah samping, tubrukan dari arah belakang, maupun mobil terguling.
- Dalam beberapa kondisi tersebut, energi yang diterima oleh sensor tidak cukup kuat untuk membuat SRS Airbag mengembang.
Berdasarkan fakta yang ada, Mobil Honda City yang dikendarai Anak Penggugat mengalami tubrukan awal dengan pagar pembatas jalan di Jl. Kapten Tendean, Jakarta Selatan, yang mengakibatkan pagar pembatas jalan tercabut dan terbawa oleh bagian depan mobil. Tubrukan ini tidak memenuhi syarat SRS Airbag mengembang karena obyek yang ditabrak bukan benda kokoh yang tidak bergeser dan tidak hancur ketika terjadi tubrukan. Setelah menabrak pagar pembatas jalan, mobil kemudian melaju berlawanan arah hingga menabrak bagian pilar Rumah Makan Padang Karya Minang tepat pada bagian tengah dari depan mobil. Kondisi tersebut termasuk dalam kondisi kecelakaan yang tidak menyebabkan SRS Airbag mengembang.
3. Kerugian yang Diklaim Penggugat Tidak Disebabkan karena Airbag yang Tidak Mengembang
SRS Airbag pada Honda City yang dipermasalahkan tidak mengalami gangguan/cacat produksi. Selain itu, teknologi G-CON dan ACE™ pada mobil tersebut telah bekerja dalam meredam energi benturan yang terjadi sehingga kabin mobil tetap utuh.
Meskipun demikian, sebaik apapun perangkat keamanan yang dipasang dalam kendaraan, tetap saja tidak menjamin 100% bahwa pengendara/penumpang akan selamat dari kecelakaan atau tidak mengalami cedera atau mengakibatkan kematian. Oleh sebab itu, dalam hal ini diperlukan adanya tanggung jawab setiap pengemudi dalam berlalu lintas untuk mencegah terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Berdasarkan fakta yang ada, diketahui bahwa pada saat kecelakaan Anak Penggugat mengalami luka di daerah dada akibat tusukan besi pagar pembatas jalan yang tertabrak oleh Mobil. Dalam hal ini, SRS Airbag didesain untuk mengurangi cidera akibat benturan pengemudi dengan setir, dan sejak awal tidak diperuntukan untuk melindungi pengemudi dari tusukan benda tajam dari luar, seperti yang dialami oleh Anak Penggugat. Lebih lanjut, berdasarkan Surat Keterangan Tanda Bukti Lapor Kecelakaan Lalu Lintas No. Reg Laporan: 644/SK/XI/2012/Dit Lantas, kecelakaan terjadi pada 29 Oktober 2012 sekitar jam 01.50 WIB karena pengemudi kurang konsentrasi sehingga mobil oleng ke kanan lalu menabrak pagar pembatas jalan dan menyeberang ke arah sisi jalan yang berlawanan kemudian menabrak pilar Rumah Makan Padang Karya Minang.
4. Ganti Kerugian yang Dituntut Penggugat Tidak Berdasar, karena Tidak ada Hubungan Sebab Akibat Antara Kerugian Penggugat dengan SRS Airbag yang Tidak Mengembang
Berdasarkan fakta bahwa SRS Airbag pada Mobil Honda City tidak mengalami cacat produksi, kecelakaan yang dialami tidak memenuhi kondisi atau prasyarat untuk mengembangnya SRS Airbag, serta kerugian yang dialami Penggugat tidak diakibatkan oleh SRS Airbag yang tidak mengembang, maka tidak ada kewajiban dari Honda untuk memenuhi tuntutan Penggugat. Meskipun demikian, Honda telah beritikad baik dengan melakukan mediasi bahkan jauh sebelum persidangan dimulai kepada pihak Penggugat. Namun mediasi tersebut tidak mencapai kesepakatan karena Penggugat meminta Honda untuk membayar ganti rugi dengan total sekitar Rp. 56 milyar, yang termasuk di dalamnya sebesar USD 552,250 untuk mengganti biaya hidup Anak Penggugat selama 8 tahun menempuh pendidikan di luar negeri serta biaya imateriil senilai Rp. 50 milyar. Tuntutan tersebut tidak berdasar karena tidak ada sangkut pautnya dengan Tergugat dan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen yang menyatakan pada intinya: ganti rugi yang dapat dibebankan kepada Pelaku Usaha hanyalah ganti rugi berupa pengembalian uang, penggantian barang yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan. Berdasarkan uraian-uraian dan alasan-alasan hukum di atas, Honda telah mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim agar gugatan tersebut ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima.
##